Kamis, Agustus 20, 2009

Buletin Ad Dakwah Edisi 38 : Kewajiban Shaum Ramadhan

Kaum muslimin rahimakumullah,
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Al Baqarah 183-185)

Kaum muslimin rahimakumullah
Allah SWT mewajibkan umat Islam menjalankan ibadah shaum pada bulan Ramadhan, sebagaimana telah diwajibkan pada umat-umat terdahulu. Menurut catatan Imam at Thabari dalam tafsirnya Jami’ul Bayan dahulu kaum Nasrani berpuasa di bulan Ramadhan dan diwajibkan atas mereka agar tidak makan dan tidak minum sesudah tidur serta tidak boleh mengawini perempuan pada bulan itu sehingga mereka merasa berat melaksanakan shaum di bulan Ramadhan. Maka mereka mengganti pelaksanaan shaum itu pada musim semi (antara musim panas dan musim dingin) dan mereka tambah bilangan hari puasanya 20 hari sebagai kafarat sehingga mereka berpuasa 50 hari.

Kaum muslimin rahimakumullah
Kewajiban shaum itu adalah pada bulan Ramadhan, bulan dimana Al Quran pertama kali diturunkan ke bumi (QS. Al Alaq 1-5). Dimana Al Quran merupakan petunjuk buat manusia karena di dalamnya terdapat petunjuk dan penjelasan yang membedakan antara yang haq dan yang batil. Maka siapa saja yang hadir (mukim di tempat tinggalnya) hendaknya dia melaksanakan kewajiban shaum itu. Menurut Tafsir Ash Shabuni, Allah SWT mengulangi kalimat waman kana minkum maridhan au ala safarin fa’iddatun min ayyamin ukhar (dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, Maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.) adalah agar tidak ada yang berilusi bahwa lafazh ayat tersebut telah dinasakh oleh lafazh faman syahida minkumus syahra, sehingga dianggap hilang hukum rukshoh tersebut.
Jadi kewajiban shaum di bulan Ramadhan ini berlaku bagi kaum muslim yang mukim dan sehat. Sedangkan bagi orang yang sakit dan bepergian diberikan keringanan (rukshoh) untuk tidak melaksanakan ibadah shaum dan menggantinya pada bulan lain sebanyak hari yang ditinggalkannya.

Kaum muslimin rahimakumullah
Adapun orang yang bila melaksanakan puasa penuh keberatan dan kesulitan (walladzina yuthiquunahu) lantaran usia yang sangat tua dan kelemahan fisik yang sangat seperti orang sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya kembali, maka dia dibebaskan dari kewajiban shaum dan wajib membayar fidyah, yakni memberi makan seorang fakir miskin sehari. Disunnahkan bila dia memberi makan lebih dari seorang fakir miskin setiap hari. Namun Allah SWT menegaskan bahwa bagi orang-orang yang mendapatkan rukhshoh di atas, melaksanakan shaum itu sebenarnya lebih baik daripada berbuka dan membayar fidyah jika mereka mengetahui pahala dan keutamaan shaum.

Kaum muslimin rahimakumullah
Allah SWT memperkenankan bagi orang yang sakit dan safar untuk berbuka dalam bulan Ramadhan sebagai rahmat dan memberikan kemudahan. Sebagian besar fuqaha berpendapat bahwa sakit yang membolehkan berbuka adalah sakit yang berat yang dapat membahayakan jiwa, atau kalau diteruskan berpuasa malah akan menambah sakitnya, atau dikhawatirkan terlambat sembuhnya. Sedangkan bepergian yang membolehkan berbuka adalah bepergian jauh yang menurut kebiasaan dapat menyebabkan penderitaan.
Imam Auzai berpendapat bahwa bepergian yang membolehkan seseorang berbuka adalah bepergian sehari. Alasannya, bepergian kurang dari sehari adalah bepergian dekat dan masih bisa digolongkan sebagai orang yang mukim. Lazimnya orang bepergian tidak mungkin pulang pada hari itu juga. Oleh karena itu, masa terpendek dari bepergian yang membolehkan puasa adalah sehari.
Imam As Syafi’I dan Imam Ahmad berpendapat bahwa bepergian yang membolehkan seseorang berbuka adalah selama dua hari dua malam dan jarak yang ditempuh kira-kira 16 farsakh (kira-kira 88,704 km). Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Ats Tsauri bepergian yang membolehkan puasa adalah bepergian selama tiga hari tiga malam dan jarak yang ditempuh adalah 14 farsakh (kira-kira 77,616 km). Menurut Imam Al Qurthubi bahwa menurut riwayat dalam Sahih Bukhari bahwa Ibnu Umar r.a. dan Ibnu Abbas r.a. berbuka dan mengqashar sholat dalam perjalanan 4 barid, yaitu 16 farsakh (kira-kira 88,704km).
Bagi orang yang bepergian, mana yang lebih utama, berpuasa ataukah berbuka? Tentu tergantung kondisi. Bilamana puasa itu membuatnya kepayahan, maka lebih baik berbuka. Dalilnya adalah di masa Rasulullah saw. ada seseorang yang di tengah jalan dijumpai Rasulullah sedang diguyur air dalam keadaan kepayahan. Ketika ditanya kenapa? Maka dijawab bahwa dia sedang shaum. Lalu Rasulullah saw. bersabda: “Tidak termasuk kebaikan berpuasa dalam bepergian”.
Namun bila kondisi perjalanan tidak melelahkan dan tidak membuatnya kepayahan, maka berpuasa adalah lebih baik bagi orang yang bersangkutan. Berdasarkan firman Allah SWT: “Berpuasanya kalian lebih bagi kalian”.

Kaum muslimin rahimakumullah
Allah SWT mewajibkan ibadah shaum kepada kita dengan ditutup kalimat la’allakum tattaquun..artinya hikmah pelaksanaan ibadah shaum adalah untuk menghasilkan sifat taqwa pada diri orang-orang yang melaksanakannya. Agar mereka menjadi orang-orang muttaqin yang menjauhkan dirinya dari perkara-kara yang diharamkan oleh Allah SWT. Imam Qaffal berkata bahwa salah satu rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah mewajibkan ibadah shaum sebagai media yang dapat menumbuhkan rasa taqwa. Seandainya tidak diwajibkan, tentu akan hilang hikmah yang sangat mulia ini. As Shabuni dalam Tafsir Ayatil Ahkam mengatakan bahwa kalimat la’allakum tattaquun.. dalam ayat tersebut menunjukkan besarnya faedah dan hikmahnya yang sangat tinggi, yaitu membiasakan jiwa orang yang melaksanakan ibadah shaum untuk meninggalkan keinginan-keinginan nafsu yang dibolehkan demi melaksanakan perintah-Nya dan berharap pahala-Nya. Pembiasaan tersebut akan melahirkan jiwa taqwa yang ringan dalam meninggalkan apa-apa yang diharamkan Allah SWT. Oleh karena itu, mari kita persiapkan diri kita dalam menjalani ibadah shaum Ramadhan dengan sebaik-baiknya sehingga tercapai hikmahnya.
Baarakallah lii walakum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar