Selasa, April 28, 2009

KH. M. Al Khaththath : Bersatu Menangkan Islam

Minggu-minggu terakhir ini terjadi mobilitas yang luar biasa di kalangan elite politik untuk menyusun pasangan capres-cawapres. Khususnya setelah pecahnya koalisi Partai Golkar dengan Partai Demokrat. Berbagai kunjungan dan pertemuan antara berbagai pimpinan parpol untuk saling menjajaki dan konon sudah ada yang “bertransaksi” untuk membangun kubu-kubu. Diperkirakan akan terdapat 3 kubu capres, yakni SBY, JK, dan Mega, bahkan mungkin Prabowo.

Dalam situasi seperti ini, tentunya peluang munculnya kubu Islam sangat signifikan. Sebab dengan perolehan partai-partai Islam dan berbasis massa Islam berjumlah total sekitar 28% itu punya hak untuk mengajukan capres sendiri, yakni capres pro syariah.

Dalam pembicaraan dengan kawan-kawan di Masyarakat Peduli Syariah (MPS), menindaklanjuti hasil Musyawarah Umat Islam di Asrama Haji Pondok Gede, capres pro syariah itu disaring menjadi dua orang yang paling mungkin diajukan, yakni Ketua MPR Hidayat Nurwahid dan ketua MUI KH. Makruf Amien. Dari berbagai sounding dengan para aktivis saya punya feeling bahwa capres/cawapres pro syariah akan mendapatkan dukungan kuat dari umat.

Untuk itu saya mengirim sms kepada sejumlah ulama, habaib, para pimpinan ormas dan pimpinan partai Islam serta para aktivis gerakan Islam sebagai berikut:

“Aww. Dengan pisahnya Golkar dari SBY (Demokrat), berarti kekuatan akan terpecah menjadi Kubu SBY, Golkar, dan Mega. Maka sudah saatnya KUBU ISLAM BERSATU (PKS,PAN,PPP,PKB,PBB,PKNU,PMB)& BERTAWAKKAL kepada ALLAH SWT maju dalam pilpres Juli nanti. Insyaallah seluruh ormas dan gerakan-gerakan Islam dan umat akan FULL POWER MENDUKUNG UNTUK KEMENANGAN ISLAM. Umat menunggu datangnya hari gembira itu. ALLAHU AKBAR! 7X Wass.”

Banyak sekali respon positif dan bersemangat dari para ulama, habaib, dan aktivis Islam untuk mendorong terwujudnya gagasan tersebut. Oleh karena itu, saya minta mereka juga ikut langsung mendorong para tokoh parpol agar bersatu untuk memenangkan Islam.

Pada hari Jumat sore hari (24/4) saya bersama KH. Abdul Rasyid AS dan Mursalin bersilaturrahmi ke DPP-PKS di Mampang. Kepada Tifatul Sembiring yang ditemani Bagian Humas Mabruri kami sampaikan aspirasi umat agar partai-partai Islam dan berbasis massa Islam bersatu mengajukan sendiri capres/cawapres pro syariah. Bahkan secara eksplisit saya sebutkan nama Hidayat Nurwahid dan KH. Makruf Amien.

Tifatul mengatakan bahwa prinsipnya PKS setuju dengan usulan tersebut. Hanya saja beliau tidak yakin apakah PPP, PKB, dan PAN mau? Dan PKS merasa ewuh pakewuh dengan situasi kondisi di partai-partai tersebut. Saya menegaskan bahwa kesatuan partai Islam insyaallah akan mendapatkan dukungan kuat dari umat. Sebab bila menang partai-partai Islam bisa sepenuhnya menguasai pemerintahan untuk dijalankan sesuai amanat syariat yang menjadi aspirasi umat. Resikonya kalau kalah kawan-kawan tidak jadi menteri. Namun kesatuan dan kesolidan partai Islam akan menjadi modal bagi politik Islam untuk memenangkan pertarungan politik di massa mendatang. Akhirnya pertemuan tersebut diakhiri dengan kesediaan Tifatul untuk memasukkan usulan tersebut dalam rapat Majelis Syura PKS yang akan mengambil keputusan esok harinya.

Sebelum mengontak Tifatul, saya kirim sms kepada Chozin Humaidi, Wakil Ketua Umum PPP untuk minta audiensi dalam rangka silaturrahmi yang sama. Karena PPP sedang rapimnas di Bogor hingga hari Ahad, Chozin menjanjikan akan dicarikan waktu untuk itu. Khawatir PPP mengambil keputusan untuk koalisi, saya minta para ulama, habaib, dan aktivis Islam untuk memberikan dorongan dan pressure kepada Ketum PPP Surya Darma Ali dan sejumlah tokoh teras PPP untuk bersatu bersama partai-partai Islam lain untuk ajukan capres pro syariah. Dari Singapura KH. Syukron Makmun menilpun saya mengabari bahwa beliau sudah minta Surya Darma Ali untuk hal tersebut dan Surya menjanjikan akan mengusahakan. Walau buru-buru Kyai Syukron mengatakan “Tapi kelihatannya sulitlah Pak Khaththath…”.

Banyak juga pernyataan-pernyataan yang meminta saya tidak berharap kepada para politisi partai Islam tersebut sebab rata-rata mereka sudah mendekat kepada kubu-kubu SBY atau kubu lain. Namun sebelum hari pendaftaran capres-cawapres ke KPU 10 Mei, tentunya masih ada peluang untuk mengubah keputusan dan mencoba alternative bersatu dalam kubu Islam untuk mengusung capres-cawapress pro syariah.

Memang kita perlu usaha lebih keras mendorong para petinggi partai Islam dan berbasis massa Islam untuk kembali ke khitthah mereka sebagai partai Islam yang tentunya tidak didirikan melainkan untuk berkhidmat kepada Islam dan kepentingan umat. Tidak ada alasan untuk tidak pe de mengusung capres pro syariah. Karenanya, mari kita ingatkan saudara-saudara kita tersebut dengan firman Allah SWT:

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran 139). Wallahu ghalibun ala amrihi. (mj/www.suara-islam.com)

Sabtu, April 18, 2009

KH M. Al Khaththath : Partai Islam Jeblok, Tetap Semangat !

Pemilu 2009 merupakan pemilu terburuk dalam catatan sejarah Umat Islam di Negara Republik Indonesia. Pasalnya, hasil perolehan suara sementara (baik quick count lembaga-suvfey maupun real count KPU) partai-partai Islam jeblok, lebih jelek dari perolehan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada saat tulisan ini di buat (13 April 2009 pukul 17.53) rangking 1,2,3 di duduki Partai Demokrat (20,23%), Golkar (14,42%), PDIP (14,35%). Partai-partai Islam dan berbasis massa Islam menduduki rangking 4,5,6 dan 7, yakni PKS (8,45%), PAN (6,46%), PPP (5,56%), dan PKB (5,17%). PBB yang kelihatannya paling tampak mengusung syariah hanya menempati rangking 10 dan belum ada tanda-tanda lulus parliamentary threshold karena baru mencapai 1,904%. Sementara partai-partai Islam yang lain seperti PKNU, PBR, PNUI, dan PMB mendapatkan suara yang lebih kecil lagi.

Tentu keadaan ini sangat menyedihkan. Apalagi ada komentar dari suatu media atas hasil pemilu yang memprihatinkan tersebut, bahwa ternyata partai-partai berbasis agama (tentu yang dimaksud khususnya partai Islam) ternyata tidak diminati pemilih.

Dalam melihat fenomena hasil pemilu tersebut ada beberapa perspektif :

Pertama, kelompok sekuler akan mendapatkan dalil bahwa semakin sekuler suatu partai, akan semakin diminati masyarakat. Tentu rekomendasi mereka agar partai-partai Islam bergeser ke tengah, maksudnya semakin sekuler.

Kedua, kelompok golput yang memiliki persepsi bahwa pemilu haram karena berada dalam sistem demokrasi. Mereka mendapatkan dalil bahwa Islam tidak bisa dimenangkan melalui pemilu dan mustahil berjuang mengubah sistem Islam melalui parlemen. Rekomendasi mereka, tinggalkan pemilu, tegakkan syariat dengan dakwah dan jihad.

Ketiga, kelompok yang memandang bahwa parlemen adalah tempat berjuang umat Islam untuk membela kepentingan Islam dan Umat Islam. Kelompok ini memandang sekalipun suara partai Islam turun, partai Islam tidak boleh keluar dari parlemen. Sebab, kalau tidak ada yang berjuang di sana, kepentingan umat Islam diabaikan!.

Tentu saja ketiga kelompok di atas sah-sah saja menggunakan argumentasi masing-masing. namun dalam prespektif dakwah Islam, perlu ada pencerahan bahwa dakwah Islam itu wajib diemban oleh setiap muslim, terlebih kelompok, gerakan, ormas, dan parpol Islam. Dan dakwah itu mesti dilakukan di mana saja, kapan saja dan kepada siapa saja.

Artinya, perlu ada strategi dakwah terpadu yang memetakan wilayah kerja dakwah. Sebut saja ada wilayah kerja dakwah perkotaan dan pedesaan, perkampusan, perkampungan dan lain-lain termasuk dakwah di dalam dan di luar parlemen. Juga perlu ada pembagian kerja yang jelas serta perlu ada komunikasi dan koordinasi antara aktivis dakwah di luar dengan para aktivis dakwah di dalam parlemen.

Anggota parlemen yang punya fungsi utama membuat undang-undang (legislasi) dan mengawasi pemerintah (control) harus bekerja dalam kerangka dakwah untuk senantiasa memberikan penjelasan kepada seluruh anggota parlemen bahwa hak membuat hukum ada pada Allah SWT (QS. Al An'am 57) sehingga tugas parlemen adalah bersama presiden mengesahkan syari'at Allah sebagai undang-undang yang berlaku.

Dalam hal ini mereka harus memiliki argumentasi yang kuat, baik yang sifatnya dalil naqli (Al Qur'an, Sunnah, Ijma', Qiyas) untuk meyakinkan para anggota parlemen yang muslim, maupun dalil Aqli (berupa data dan logika) untuk meyakinkan para anggota parlemen yang tidak mempercayai dalil-dalil naqli di atas, baik yang non muslim maupun yang berpikir sekuler.

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, para aktivis partai-partai Islam harus bekerja sungguh-sungguh untuk mengawasi dan mengoreksi pemerintah serta mengkritiknya atas ketidaksesuaian kebijakan pemerintah dengan syari'at Islam dan ketidak berpihakannya terhadap rakyat yang mayoritas umat Islam ini.

Di sinilah akan teruji betul apakah para aktivis dakwah kita di dalam parlemen betul-betul memiliki kemampuan berdikusi dan berdebat dengan baik (QS. An Nahl 125), berbekal argumentasi yang kuat, baik dalil syar'i, maupun data-data dan kekuatan logika, serta memiliki kemampuan retorika yang unggul sehingga mampu menarik simpati para anggota parlemen yang lain, baik muslim maupun non muslim, untuk menyetujui dan berkomitmen mendukung pengesahan syariah sebagai UU.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, bahwa partai-partai Islam memang harus di dukung oleh berbagai gerakan dakwah yang bergerak di luar parlemen dengan berbagai data dan informasi, baik yang bersifat ilmiyah, tsaqafiyah, maupun siyasiyyah, sehingga kerjasama yang baik dalam kerangka ukhuwwah Islamiyyah itu akan melahirkan kekuatan politik Islam yang riil, walau kursi mereka di parlemen sedikit.

Jadi, biar perolehan suara jeblok, partai Islam harus tetap semangat berjuang lii'lai kalimatillah di dalam parlemen dan membuktikan bahwa hanya syariah solusi segala permasalahan bangsa. Wallahua'lam (MAK)